Lompat ke isi

Pattimura

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Thomas Matulessy
Gambar Kapitan Pattimura diabadikan dalam salah satu perangko
JulukanPattimura
Lahir(1783-06-08)8 Juni 1783
Haria, Saparua, Maluku, Hindia Belanda
Meninggal16 Desember 1817(1817-12-16) (umur 34)
Nieuw Victoria, Ambon, Maluku, Hindia Belanda
PengabdianPerusahaan Hindia Timur Britania Raya
Dinas/cabangAngkatan Darat Britania Raya
PangkatSersan Mayor
Perang/pertempuranPerang Pattimura (1817)
PenghargaanPahlawan Nasional Indonesia

Thomas Matulessy (8 Juni 1783 – 16 Desember 1817), yang dikenal sebagai Kapitan Pattimura, adalah seorang pejuang yang menjadi simbol perjuangan Masyarakat Maluku, dan Pada 6 November 1973, Pemerintah Republik Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto menetapkan Thomas Matulessy, yang dikenal sebagai Kapitan Pattimura, sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973.[1][2][3]

Asal usul

Thomas Matulessy lahir pada 8 Juni 1783 di Haria.[4][5] Asal-Usul Leluhur keluarga Matulessy berasal dari Pulau Seram. Turun-temurun mereka berpindah dari Pulau Seram ke Negeri Itawaka dan menetap di Negeri Itawaka, dari Negeri Itawaka sebagian dari Keluarga Matulessy berdomisili di Negeri Ullath dan Sebagian Marga Matulessy dari Negeri Itawaka juga berdomisili di Negeri Haria. Salah satu dari Keluarga Matulessy yang menetap di Negeri Haria ialah Frans Matulessy di Negeri Haria Frans Matulessy menikah dengan Ibu dari Yohannes dan Thomas Matulessy yang bernama Fransina Silahooi yang berasal dari Negeri Siri Sori Sarani.[6][7] “Keluarga Matulessy beragama Kristen Protestan, Nama Yohannes dan Thomas diambil dari Alkitab."[8]

Kehidupan Pribadi

Thomas Matulessy tidak menikah sedangkan Yohannes Matulessy Menikah dan meneruskan keturunan Matulessy yang mendiami Negeri Haria. Angky Matulessy atau yang dikenal sebagai Bung Angky menjadi Ahli waris Thomas Matulessy yang menjaga Rumah Thomas Matulessy dan memegang Surat pengangkatan Thomas Matulessy sebagai Pahlawan Nasional dia juga menyimpan Pakaian dan Parang Salawaku milik Thomas Matulessy.[6][9]

Dinas dalam militer Inggris

Gambar 1000 rupiah Thomas Matulessy, Kapitan Pattimura Emisi 2000-2016.[10]
Patung Kapitan Pattimura (Thomas Matulessy) di Kota Ambon pada tahun 2013.[11]

Tahun 1810, Kepulauan Maluku diambil alih dari Belanda oleh Inggris.[12] Inggris menjadi penguasa di Kepulauan Maluku, Rakyat di atur dalam suasana Kebebasan. Pemerintah Inggris juga belajar atas kesalahan Pemerintah Belanda pada masa lalu, juga melihat kebijakan Pemerintah Belanda sebelumnya yang dianggap merugikan dan menyulut reaksi Rakyat untuk melawan. Dampak baru Pemerintahan Inggris di Kepulauan Maluku dinilai baik oleh semua kalangan. Rakyat tidak merasa adanya tekanan seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda sebelumnya. Hal itu dirasakan juga oleh Thomas Matulessy dan Teman-teman seperjuangannya di Kepulauan Lease, Maluku Tengah. Sesekali Thomas memanfaatkan kelonggaran peraturan Pemerintah Inggris itu untuk bekayuh ke Kota Ambon, mencari informasi sebanyak-banyaknya dari pusat pemerintahan Inggris di Maluku. Ketika Pemerintah Inggris mengumumkan penarikan Pemuda-Pemuda Maluku untuk menjadi bagian dari Kesatuan Militer Inggris, Thomas Matulessy dan teman-temannya segera mendaftar dan tak sedikitpun dari mereka ragu untuk menjadi bagian dari barisan Tentara Inggris tersebut.[13]

Alasan kuat yang membuat Thomas Matulessy memilih bergabung adalah tugas Tentara Rakyat yang dibentuk untuk menjaga wilayah kekuasaan Inggris dari pihak luar, atau secara tidak langsung juga turut menjaga Rakyat Maluku. Selain itu tidak sama seperti Belanda yang mengirim Tentara Rakyat ke Batavia, Pemerintah Inggris akan menempatkan mereka di Kota Ambon. Ada syarat-syarat tertentu agar dapat lolos seleksi Tentara Rakyat. Dua di antaranya adalah Tes Kesehatan dan Uji kemampuan Fisik. Setelah seluruh proses selesai dilakukan terpilihlah 500 orang, termasuk Thomas Matulessy, untuk bergabung dalam kesatuan Militer Inggris di Kota Ambon. Mereka dibayar cukup tinggi dan bertempat tinggal di Asrama Militer Angkatan Darat Britania Raya Kota Ambon.[13]

Tidak lupa para Perwiranya diberi Seragam yang baik. “Latihan berperang, pendaratan di berbagai pantai yang berombak, Berpasir Putih hingga Berkarang adalah latihan-latihan yang sungguh" dipersiapkan untuk Menangkis dan Menyerang Musuh.” Tentara Inggris cukup baik dalam melatih Para Perwira baru ini, Berbagai macam pelatihan menggunakan Senjata Api dipelajari selama berada di sana. Oleh karena perang yang masih terus berkecamuk di Eropa antara Inggris dan Prancis dibantu Belanda, Pemerintahan Inggris di Maluku selalu dalam kondisi Siaga. Setelah dirasa siap, Matulessy dan Perwira lainnya disebar ke pulau-pulau di seluruh Negeri Maluku[13]

Selama pelatihan, Matulessy menunjukkan Keterampilan, Kecakapan, dan Kemampuan Memimpin melebihi teman-temannya yang lain. Ia pun cepat mendapat Promosi dan dipercaya menjadi Pemimpin bagi Angkatannya. Kurang lebih Matulessy berkarir di Militer Inggris Angkatan Darat Britania Raya selama Tujuh Tahun dan pada tanggal 19 Agustus 1816 karir Militer Thomas Matulessy berakhir. Pangkat terakhir yang diterima Thomas Matulessy adalah Sersan Mayor.[14]

Perang Thomas Matulessy tahun 1817

Kekuasaan Inggris diserahkan kepada pihak Belanda

Inggris menduduki wilayah Hindia Belanda pada 1810-1811. Namun, kekalahan Inggris dalam perang melawan Prancis dan Belanda menyebabkan Inggris harus mengembalikan wilayah Hindia Belanda kepada Belanda melalui Konvensi London pada tahun 1814. Tetapi, realisasi baru terjadi pada tahun 1816. Bahkan di Maluku peralihan baru terjadi pada tahun 1817.[15]

Kekuasaan atas Maluku dipindahkan dari Gubernur Inggris, W.B. Martin kepada Komisaris Pemerintah Belanda, Nicolaas Engelhard dan J.A. van Middelkoop di Benteng Victoria pada 24 Maret 1817. Keduanya tiba di Ambon pada Februari 1817.

Tiga kapal Belanda melepas jangkar di Teluk Ambon. Kapal Evertsen dibawa Komando Kapten Laut N.H. Dietz yang meninggal 24 Maret 1817 sehingga digantikan Letnan Laut Q.R.M Ver Huell. Kapal Nassau dibawa Komando Kapten Laut Sloterdijk dan Kapal Maria Reigersbergen dibawa Komando Letnan Laut Groot.

Perubahan penguasa ini berdampak pada perubahan kebijakan pada masa sebelumnya Pemerintah Inggris di Maluku. Hal ini memicu ketidakpuasan di Maluku, terutama di kawasan Kepulauan Lease dan sekitarnya. Residen Honimoa (Saparua) dijabat Johannes Rudolph van den Berg sejak Maret 1817.[16]

Kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongitochten), serta mengabaikan Traktat London, antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan Korps Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa

"Jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku, maka Para Serdadu-serdadu Maluku harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih memasuki Dinas Militer atau keluar dari Dinas Militer Belanda, akan tetapi Pemerintah Belanda dalam pratiknya pemindahan Dinas Militer Maluku ini dipaksakan untuk mendaftar dan diwajibkan masuk menjadi bagian dari barisan Tentara KNIL."[17]

Rencana seluruh Kapitan Maluku berkumpul di Gunung Saniri

Kedatangan kembali Pemerintah Belanda pada tahun 25 Maret 1817 mendapat pertentangan Keras dari Rakyat menolak tegas kedatangan Belanda Hal ini disebabkan karena kondisi Politik, Ekonomi, dan Hubungan Kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Hal ini yang membuat semua Negeri di Maluku marah, sehingga muncul istilah di kalangan Masyarakat Maluku, suatu peribahasa yang digunakan yaitu (Pantung).

Pantung itu berisi kalimat protes: "cengkih cupa-cupa, beras gantang-gantang, orang laeng yang susah, orang laeng tarima gampang."

Itu merupakan sikap protes Masyarakat atas Monopoli buah Cengkeh & Pala yang sedang dilakukan Kompeni pada saat itu. Pantung itu lahir dari keadaan bahwa karena hasil Cengkeh melimpah dan Kompeni datang ke Negeri-Negeri membuat hal-hal untuk "kasih senang masyarakat" lalu mengambil semua hasil (Cengkih, red) dengan cuma-cuma atau memberikan harga yang sangat Murah.

3 Mei 1817 di Negeri Haria, Yohannes Matulessy, Nicolaas Pattinasarany, Jeremias Tamaèla, Marawael Hatu, Bastiaan Latupeirissa dan Hermanus Latupeirissa masuk dan keluar rumah di Haria dan mengajak untuk bertemu di suatu tempat di wilayah Haria, yang disebut Waehauw yang letaknya dekat perbatasan dengan Negeri Tiouw dan Papéru. Isi dari pertemuan tersebut mereka Membahas mengenai Kebijakan Pemerintah Belanda yang dianggap sangat Memonopoli Perekonomian di Maluku sehingga Merugikan Masyarakat Maluku serta membahas Rumor bahwa Pemerintah Belanda Ingin memaksa Masyarakat Maluku yang sebelumnya tergabung ke dalam Dinas Militer Inggris untuk mendaftar dan menjadi Bagian dari Tentara KNIL atau Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger dan memindahkan Mereka menuju ke Batavia.

Dari hasil pembahasan tersebut Mereka Berencana untuk mengumpulkan Para Kapitan yang sebelumnya pernah bertugas di dalam Satu Kesatuan Dinas Militer Inggris di Kota Ambon atau yang disebut Ambon British Corps Untuk Berkumpul di Pulau Saparua tepatnya di Negeri Tuhaha "Beinusa Amalatu" dan Rencana Selanjutnya Mereka Berencana untuk mengadakan Musyawarah Mengenai Lokasi Strategis Serta Strategi" Penyerangan ke Benteng Duurstede, Benteng yang terletak di Ujung Tanjung, Teluk Pulau Saparua serta Merencanakan Penyerangan terhadap seluruh penghuninya, tempat tinggal Residen Muda yang baru diangkat Johannes Rudolph Van den Berg.

"Kapitan Sayyid Perintah" dari Louhata Amalatu (Siri-Sori Islam) ditunjuk serta dipercayakan sebagai Kapitan yang posisinya memegang peranan untuk mengumpulkan Para Kapitan, Keadaan yang semakin panas, membuat Sayyid Perintah bergegas mengumpumpulkan Para Kapitan Patasiwa-Patalima. Lewat Surat kepada Para Kapitan, ia memberi seruan untuk berkumpul di Negeri Tuhaha, Pulau Saparua.

Surat itu ditandai dengan Bulu Ayam berwarna Putih dan Hitam, yang artinya surat harus disebar baik Siang maupun Malam bagi siapapun yang menerimanya.

Setelah Surat berhasil disebarkan Para Kapitan Mulai Berdatangan Menuju Pulau Saparua tepatnya di Negeri Tuhaha Para Kapitan Tersebut Berasal dari Pulau Saparua, Nusa laut, Banda Neira, Hatuhaha Amarima Lou Nusa, Haruku, Leitimur, Leihitu, Ambon dan sekitarnya.[18]

Di Pulau Saparua inilah Para Kapitan berkumpul di Negeri Tuhaha "Beinusa Amalatu" untuk "Bermusyawara" bersama2 dalam menentukan Lokasi Strategis serta mengatur strategi" penyerangan ke Benteng Duurstede, dari hasil musyawarah tersebut Terpilihlah Gunung Saniri Sebagai Lokasi yang strategis guna melancarkan Strategi" Penyerangan ke Benteng Duurstede.

Alasan dari Para Kapitan memutuskan untuk berkumpul di Gunung Saniri dikarenakan Gunung Saniri yang terletak di wilayah Siri Sori Kristen yang merupakan Wilayah yang sangat luas dan sangat strategis dalam memantau secara langsung dari ketinggian pergerakan Tentara Belanda disekitaran Benteng Duurstede.

Kemudian di wilayah Gunung Saniri ini juga susah untuk Tentara Belanda melakukan Patroli kearah Gunung, dikarenakan penuh dengan resiko, hampir semua Pos Pejuang tersebar di Hutan-Hutan Tuhaha, Siri-Sori Islam/Kristen, Itawaka, Ullath dan Ouw. sehingga Tentara Belanda harus berfikir Seribu kali dalam melakukan Patroli serta Pengawasan di lokasi tersebut.

Rapat umum Negeri Haria

6 Mei 1817 dalam Rapat umum di Baileu Negeri Haria, Thomas Matulessy diangkat dalam Upacara Adat sebagai Panglima Perang yang dihadiri oleh Para Raja-Raja serta Tua-Tua Adat yang berasal dari Pulau Saparua, Nusa Laut, Haruku dan Ambon.

Disebutkan Bahwa Thomas Matulessy telah mengetahui inti dari semua Permasalahan dan Thomas Matulessy menawarkan dirinya untuk memimpin Penyerangan ke Benteng Duurstede sebagai Panglima Perang, Alasan diangkatnya Thomas Matulessy dalam Upacara Adat adalah Thomas Matulessy adalah Warga Asli yang sebelumnya Berkarir di Angkatan Darat Britania Raya/ Ambon British Corps dan Menjabat kurang lebih 7 Tahun dengan Menerima Pangkat Tertingginya selama Berkarir di Militer Inggris Yaitu Pangkat Sersan Mayor dan kembali dari Ambon ke Negeri Haria, setelah Ambon British Corps telah Resmi dibubarkan oleh Pemerintah Inggris.

"Yang memimpin Rapat adalah Kapitan Aipassa. Namun ia tidak mau namanya disebut, sebab dalam kebiasaan waktu itu, bila nama seseorang dikenal, para lawan bisa menyusahkan bangsanya (soa/marga, red)".

Melalui Rapat tersebut ditetapkan beberapa Keputusan, antara lain:

(A) Semua kapitan harus memimpin Rakyatnya untuk "Angkat Parang Lawan Kompeni".

(B) Di mana ada Kompeni di Wilayah kita, semua Raja dan Kapitan harus mengusir Mereka, dan jangan bergaul dengan mereka, karena sudah "Bikin Susah Rakyat'.

(C) Ditunjuk Thomas Matulessy, sebagai Panglima Perang dan Benteng Duurstede "Musti Dapat Serang Kemuka".

Thomas Matulessy memimpin Rakyat Maluku melawan Belanda

Desas desus rencana penyerangan sebenarnya sudah sampai ke Residen Johannes Rudolph Van den Berg yang mendapatkan informasi dari istrinya Johanna Christina Umbgrove di Saparua dan bahkan pemerintah Belanda di Kota Ambon juga sudah mendapat informasi, tetapi diacuhkan karena dianggap sebagai Rumor.[19]

Namun, apa yang dianggap sekadar rumor ini mengagetkan Pemerintah Belanda di Kota Ambon ketika Gubernur van Middelkoop pada 17 Mei 1817 memperoleh sepucuk surat yang dikirim istri Residen Van den Berg, Johanna Christina Umbgrove tertanggal

13 Mei 1817, yang menginfokan, kalau suaminya akan ditangkap dan dibunuh oleh Penduduk Negeri Haria dan Porto. Dia melarikan diri ke Benteng dan meminta bantuan segera dikirim dari Kota Ambon. Persoalan bermula, ketika Residen Van den Berg mengirim seorang penjaganya ke Negeri Porto untuk menangani Arumbai (Kapal Tradisional Maluku) yang penuh muatan palisade (pagar kayu). Akan tetapi Penjaga tersebut ditangkap serta dianiaya.

14 Mei 1817 Rakyat Maluku mengadakan pertemuan Rahasia di Gunung Saniri untuk membahas Langkah" Strategis Penyerangan ke Benteng Duurstede. Dalam pertemuan tersebut, Rakyat Mengukuhkan Thomas Matulessy sebagai Pemimpin Perang dengan Gelar Kapitan Pattimura. Setelah dikukuhkan, Thomas Matulessy kemudian Memilih beberapa Orang untuk membantunya guna Melaksanakan Penyerangan ke Benteng Duurstede diantaranya Anthone Rhebok, Philips Latumahina, Lucas Selano, Aron Lisapaly, Melchior Kesaulya, Sayyid Perintah, Martha Christina Tiahahu, dan Paulus Tiahahu.[20]

14 Mei 1817 Rencana penyerangan sudah dikoordinasikan oleh Thomas Matulessy sejak malam hari, Para Kapitan sudah sejak malam hari mulai berdatangan ke sekitaran benteng Duurstede.

15 Mei 1817 Pagi Hari, Penyerangan besar-besaran yang dilancarkan oleh Para Kapitan ke arah Benteng Duurstede di bawah Pimpinan Thomas Matulessy Telah Berhasil Melumpuhkan serta menduduki Benteng Duurstede dan Membantai Residen Saparua Van den Berg. [21]

Residen Van den Berg, sempat meminta bantuan, tapi catatannya tidak sempat terkirim dan catatan ini ditemukan belakangan yang menyatakan,

“Sergeant komt spoedig cito met 12 man met scherp geladen, om mij te verlossen, alles is in oproer” Van den Berg.

Jika di Terjemahkan berarti, "Sersan segera datang dengan 12 orang Bersenjata tajam, untuk menyelamatkan saya, semuanya dalam kekacauan".[22] [23]

Ketika informasi ini sampai ke Pemerintah Belanda di Kota Ambon 17 Mei 1817, perlawanan Rakyat yang dipimpin Thomas Matulessy 15 Mei 1817 telah berhasil merebut Benteng Duurstede dan membantai Residen Johannes Rudolph Van den Berg, istrinya Johanna Christina Umbgrove, tiga dari empat anaknya, administrator, Garnisun, lima tentara Eropa dan dua belas tentara pribumi dan beberapa warga sipil yang mengungsi di sana. Satu-satunya orang Belanda yang selamat adalah Putra Van den Berg yang berusia Lima Tahun, Jean Lubbert van den Berg.

Jatuhnya Duurstede bagi Belanda merupakan suatu pukulan yang besar. Oleh sebab itu, tidak lama kemudian mereka menyusun suatu kekuatan untuk merebutnya kembali. Penyerangan Pasukan Thomas Matulessy ke Benteng Duurstede ini menyebabkan Gubernur Maluku mengirimkan ekspedisi ke Saparua

20 Mei 1817 untuk meredam perlawanan Rakyat, dengan kekuatan cukup besar, yakni 112 Pelaut dan Marinir dari Kapal Evertsen dan Nassau dan 188 Prajurit Garnisun di bawah komando Mayor Pioner Beetjes.

Perjalanan mereka memang sangat menyedihkan. Di Pulau Ambon tidak ada desa yang bersedia menyerahkan perahu-perahunya untuk mengangkut pasukan Beetjes ke suatu tempat di hutan-hutan. Setelah bersusah payah mereka sampai di Pulau Haruku di mana terdapat Benteng Zeelandia. Di sini pun tidak ada Negeri yang berani menyerahkan perahu-perahu untuk mengangkut mereka ke Saparua.

Dengan susah payah akhirnya Residen Uitenbroek berhasil memperoleh satu Kruis Arumbai, atau Rembaya Perang, dan 6 Arumbai biasa untuk mengangkut sekitar 100 orang pasukan Beetjes menuju Saparua. Angin musim barat yang terkenal dengan ombaknya dahsyatnya dari arah Laut Banda yang menyebabkan tidak mudah mencari tempat pendaratan. Akhirnya pasukan Beetjes memilih untuk mendaratkan pasukan di Pantai Waisisil, di sebelah barat Benteng Duurstede.

Dari arah kejauhan Ekspedisi Pasukan Mayor Beetjes mulai mendekati Pulau Saparua. Mengetahui hal tersebut, dengan segera Thomas Matulessy mengatur Taktik Pertahanan dan Strategi Penyerangan kepada Pasukan Beetjes. Pasukan Rakyat Maluku yang diatur Thomas Matulessy dalam Taktik Pertahanan di atur sepanjang pesisir mulai dari teluk Haria sampai ke teluk Saparua.

Pada saat ekspedisi Pasukan Beetjes hampir mendekati Pulau Saparua Pejuang Thomas Matulessy sudah siap menunggu di sepanjang pesisir untuk bersama" Menyerang Pasukan yang dikomandoi oleh Mayor Beetjes. Ekspedisi Mayor Beetjes yang membawa 300 Prajurit & Pelaut gagal total 159 Prajurit & Pelaut Tewas termasuk Mayor Beetjes. Sedangkan 141 Pasukan & Pelaut yang selamat kembali ke Kota Ambon dan Berlabuh di Pulau Haruku dan Negeri Suli.

Peristiwa kemenangan Pasukan Thomas Matulessy ini telah mengobarkan semangat Perlawanan Rakyat Maluku untuk melawan Belanda di hampir semua kepulauan Rempah".[24] Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Pemerintah Belanda berikutnya meluas hingga ke Ambon dan Pulau-Pulau Lease di bawah pimpinan Thomas Matulessy, Anthone Rhebok, Paulus Tiahahu, Martha Christina Tiahahu, Philips Latumahina, Sayyid Perintah, dan Thomas Pattiwael.

Proklamasi Haria

Rumah Adat Baileo Negeri Haria, Saparua, Maluku Tengah. Tempat dimana dibacakannya Proklamasi Haria 28 Mei 1817[25]

Setelah berhasil memukul mundur pasukan beetjes pada hari yang sama dilanjutkan dengan diadakannya Rapat Raksasa di Negeri Haria untuk mengadakan pernyataan kebulatan tekad melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Peringatan kebulatan tekad ini dikenal dengan Nama Proklamasi Porto Haria yang berisi 14 pasal pernyataan dan ditandatangani oleh 21 Raja Patih dari pulau Saparua dan Nusalaut. Proklamasi ini membangkitkan semangat juang yang mendorong tumbuhnya Front-Front pertempuran di berbagai tempat bahkan sampai ke Maluku Utara.[26]

20 Mei 1817 Thomas Matulessy kemudian memilih beberapa orang untuk membantunya berjuang melawan Belanda yaitu Anthone Rhebok, Philips Latimahina, Lucas Selano, Aron Lisapaly, Melchior Kesaulya, Sayyid Perintah, Martha Christina Tiahahu, dan Paulus Tiahahu.[27]

Barulah 28 Mei 1817 “Proklamasi Haria” dan “Keberatan Hatawano” dibacakan tetapi sebelum dibacakan Melchior Kesaulya yang menandatangani “Proklamasi Haria” pada musyawarah besar di Baileu Haria tanggal 28 Mei 1817. Lukas Selano diangkat oleh Thomas Matulessy sebagai salah satu Komandan Pasukan Rakyat di Pulau Haruku untuk merebut benteng Belanda “Zeelandia” dibawah pimpinan Kapitan Lukas Selano yang dibantu oleh Kapitan Lukas Lisapaly alias Kapitan Aron. Serta Proklamasi Haria disusun oleh Thomas Matulessy.[25][28]

1 Juni 1817 serangan berturut-turut yang dilancarkan oleh Pasukan Rakyat tidak berhasil karena Serdadu Belanda di Benteng Zeelandia semakin kuat dengan datangnya bantuan Militer dari Kota Ambon. Bala bantuan Serdadu Belanda terus berdatangan lengkap dengan Peralatan Perang, kemudian melakukan penyerangan ke Benteng Duurstede yang dikuasai Pasukan Pattimura. Karena terus dihujani Peluru dan Meriam, Benteng Duurstede akhirnya ditinggalkan Pasukan Pattimura dan kembali dikuasai Belanda. Dengan kedudukan Belanda yang semakin kuat.[29]

Persoalan Arumbai Porto

Kembali ke Persoalan Arumbai di Negeri Porto 13 Mei 1817, sebenarnya hanya puncak dari kekecewaan Rakyat terhadap sejumlah kebijakan Pemerintah Belanda. Perwira Angkatan Laut, J. Boelan (Perwira di Kapal Maria Reigersbergen) yang ikut dalam ekspedisi di Pulau Saparua ini mencatat.

14 Juli 1817, ada pertemuan antara delegasi dari Kapal Maria Reigersbergen, Letnan Ellinghuizen dan Christiaansen dengan beberapa Pimpinan Rakyat di Hatuwano (Saparua) untuk mengetahui alasan Perlawanan di Pulau Saparua.

Ada tiga hal yang terungkap.

Pertama, Penganiayaan terhadap Rakyat; Kedua, Pemerintah Belanda tidak menerima pembayaran uang kertas; Ketiga, warga menginginkan seorang Pendeta dan Pembangunan Sekolah untuk Anak" Mereka.

Namun, sesuai penelusuran Van Doren, ada Tujuh poin pokok keberatan Masyarakat saat itu.

1. Untuk kepercayaan, Pemerintah Belanda menghalangi Masyarakat dalam hal pengamalan Agama Tradisional.

2. Ketidakpuasan Masyarakat terhadap peredaran Uang Kertas yang diperkenalkan Pemerintah Belanda.

3. Setelah Uang Kertas diedarkan, Residen Saparua menolak untuk menerimanya, tetapi meminta Mata Uang Emas & Perak untuk pembayaran Kepada Negara.

4. Residen mengancam akan mengirim mereka ke Batavia sebagai tawanan jika menolak, tetapi akan dibebaskan jika memberikan Uang Emas & Perak.

5. Residen menanyakan Perizinan kepada Masyarakat dan ketika Residen memilikinya, Residen tidak mengembalikan, kecuali Masyarakat harus membayar kepada Residen lima puluh sp. Dolar perak atau 60 gulden.

6. Masyarakat harus memberikan Garam, Ikan Kering, dan Daging Kering (Dendeng) Tanpa Bayaran.

7. Semua tenaga kerja dan persediaan Material, yang dulunya dibayar Belanda, sekarang diambil oleh Negara tanpa Pembayaran.

Kapten Kapal Evertsen, QMR Verhuell, yang memiliki surat yang diteken sendiri Thomas Matulessy yang dikeluarkan di Saparua, 12 Juli 1817 dalam Bahasa melayu. Surat itu ditujukan kepada semua panglima yang menguasai pulau-pulau, tentang permintaan semua pulau dan mengenai perang dengan Kompeni. Kalau diterjemahkan bebas, kira-kira begini,

“Meskipun saya tidak tahu sedikit pun alasan dari apa yang terjadi pada peristiwa 15 Mei 1817. Semua Desa di pulau-pulau mengumpulkan orang-orang untuk mengambil sumpah. Saya tidak tahu apa yang mereka inginkan. Setelah semua bergabung, kemudian mereka bersepakat untuk tidak menuruti Perintah Residen, karena Residen telah menindas dan memaksa mereka dengan berbagai cara, tanpa menerima imbalan apapun atas pekerjaan mereka untuk mendukung penghidupan Mereka. Oleh karena itu pada hari ke-14 tersebut mereka mengikatkan diri dengan sumpah.

Kemudian mereka berkata kepada orang-orang di dua negeri, kalau mereka tidak menenggelamkan Arumbai, Negeri mereka akan hancur. Kemudian, warga dari dua Negeri menenggelamkan Arumbai, sehingga tidak berangkat ke Ambon pada hari yang sama. Para kepala, yang memimpin mereka, yang telah pergi membawa kedamaian bagi Kompeni, tidak tahu alasan perang saat ini, oleh karena itu surat-surat Kompeni, yang ditulis untuk orang-orang di pulau, tidak dipahami. Untuk itu, saya telah meminta informasi kepada para Pemimpin, dan mereka telah menjawab, bahwa mereka berharap saya akan menyelidiki sendiri.

Saya mengatakan bahwa perang telah datang karena kebencian musuh kita. Kemudian mari kita pergi dan menemukan musuh-musuh itu, dan bagaimana kita bisa melakukannya, ketika kita mendengarkan Nubuat tentang perdamaian. Untuk ini mereka menjawab, apakah itu damai atau perang, kita akan tetap mati. Mungkin Tuhan telah memberikan perang ini di pulau-pulau, karena mereka pantas mendapatkannya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melanjutkan perang itu. Saparua,12 Juli 1817, Thomas Matulessy”.

Di sini tampak kalau Thomas Matulessy tampak memahami detail persoalan Arumbai di Porto. Tetapi mengetahui keluhan dari penduduk pulau-pulau terhadap perlakuan pemerintah Belanda.

Thomas Matulessy juga tampak mempertimbangkan peperangan, karena di satu sisi ada ajaran mengenai kedamaian dalam Agama Kristen yang dianutnya. Tapi, rupanya perang ini disikapi sebagai Kehendak Tuhan.

Keinginan akan adanya seorang pendeta, juga disampaikan Thomas Matulessy kepada Taruna di Kapal Maria Reigersbergen, Feldman yang diutus untuk turun ke darat menyampaikan pesan Gencatan Senjata kepada Thomas Matulessy.

Feldman bersama" dengan Thomas Matulessy menunggangi Kuda dari Benteng Duurstede menuju ke Negeri Haria (Kediaman Thomas Matulessy) dan di sepanjang perjalanan Feldman mengisahkan kepada Thomas Matulessy kalau ayahnya seorang Pendeta.

“Jika ayahmu adalah seorang pendeta, kamu harus memintanya untuk datang ke sini (Honimoa/Saparua),” kata Thomas Matulessy kepada Feldman seperti dicatat J.Boelan (perwira yang juga rekan Feldman dan Christiaansen) dalam catatan hariannya. Misi Feldman dan Christiaansen (Orang Denmark di Saparua yan fasih bahasa setempat) yang dikirim ke darat untuk menyampaikan pesan Gencatan Senjata kepada Thomas Matulessy. Namun

22 Juli 1817, Thomas Matulessy mengirim surat ke Kapal Maria Reigersbergen, yang intinya menyatakan, “Setuju untuk gencatan senjata tetapi kami tidak dapat berdamai”. Surat Thomas Matulessy ini tidak pernah mendapat balasan lagi.[30]

Pengkhianatan & Penangkapan Thomas Matulessy

Pasukan Belanda mengalami kewalahan dalam menghadapi perlawanan Rakyat Maluku dari bulan Mei 1817 - September 1817, Belanda mendatangkan Pasukan Kompeni dari Ambon yang dipimpin Kapten Buyskes tiba di Ambon pada akhir September. Sekarang terdapat cukup kapal, pasukan, dan pasukan tambahan yang tersedia untuk memadamkan pemberontakan. Pertama-tama, seruan untuk tunduk disampaikan kepada kepala desa di Hitu. Tentara yang melewati Hitu 15 hingga 19 Oktober tidak menemui perlawanan. Beberapa pemberontak melarikan diri ke benteng di Luhu di Hoamoal.

Pasukan Belanda mulai menyerang Rakyat Maluku secara besar-besaran hingga dapat memadamkan perlawanan Rakyat Maluku dan merebut kembali Benteng Duurstede.[31]

Selama berkuasa di Maluku, Pemerintah Belanda sempat dibuat repot selama Berbulan-bulan oleh kecerdikan Thomas Matulessy yang pandai meramu strategi Perang. Kompeni itu bahkan hampir menyerah jika bala bantuan dari Batavia tidak datang dengan cepat. Bahkan Belanda akan memberikan Hadiah sebesar 1.000 Gulden kepada pihak yang berhasil menangkap Pattimura.

11 November 1817 Akibat pengkhianatan yang dilakukan seorang warga, Belanda mengetahui tempat persembunyian Thomas Matulessy dan berhasil menangkapnya beserta para pejuang lainnya.[32]

Namun begitulah takdir, perjuangan Thomas Matulessy harus berakhir, Kabar penangkapan Thomas Matulessy tersiar ke seluruh pelosok Negeri dengan sangat cepat. Para pemimpin perang lain pun segera menjadi target perburuan. Sebagian memilih meletakkan senjata, namun sebagian lain memutuskan tetap berperang. Mereka tidak ingin nasibnya berakhir di Tiang Gantung, dan terus melanjutkan perjuangan Pattimura. Setiba di Ambon, Pattimura dan sejumlah Pejuang yang tertangkap dikurung di benteng Victoria. Selama di dalam penjara, mereka diinterogasi oleh Tentara Belanda. Namun Thomas menutup rapat-rapat mulutnya sehingga tidak banyak informasi yang didapat Belanda.

Memasuki Bulan Desember, Para Tahanan dihadapkan di depan Ambonsche Raad van Justitie (Dewan Pengadilan Kota Ambon). Setelah melalui beberapa Sidang, Vonis pun dijatuhkan. Thomas Matulessy, Anthone Rhebok, Sayyid Perintah, Melchior Kesaulya dan Philip Latumahina mendapat hukuman paling berat sebagai Pemimpin Perang, yakni Hukuman Gantung. Sementara tahanan lainnya diasingkan ke Pulau Jawa. Thomas Matulessy dan Empat orang lainnya mengisi hari-hari terakhir menjelang ekseskusi dengan Renungan. “Suatu malam penuh ketegangan dan perjuangan batin, Pikiran Kelima Pemimpin itu melayang-layang ke sanak saudara. "Kebebasan yang mereka ingini menyebabkan korban besar yang harus mereka berikan, Tetapi sekarang kembali mereka akan ditindas oleh Bangsa Penjajah.[33]

Thomas Matulessy dihukum gantung

Benteng Victoria, Ambon, tempat Thomas Matulessy dan empat kapitan lainnya di hukum gantung[34]

16 Desember 1817, tibalah Hari eksekusi. Pagi-pagi sekali, Lima orang Pemimpin itu telah diperintahkan untuk bersiap. Tidak terlihat kecemasan di wajah Thomas Matulessy dan kawan-kawan seperjuangnya itu karena sehari sebelumnya para Pemuka Agama datang mengunjungi mereka dan semalaman menemani di dalam sel sambil terus memanjatkan doa.

Di lapangan depan Benteng Victoria, di pesisir Hunitetu, Kota Ambon. Tiang Gantung telah disiapkan. Para Algojo pun telah berdiri di sampingnya, menunggu Korbannya tiba. Sejumlah besar Tentara Belanda dipersiapkan, baik di sekitar Lapangan eksekusi maupun Pantai untuk menghalau segala bentrokan yang mungkin terjadi. Rakyat Maluku pun telah berkumpul, berusaha melihat Para Pemimpin mereka untuk terakhir kalinya.[35]

Sekitar pukul Tujuh Pagi, Thomas Matulessy dan para Terhukum lainnya tiba dengan tangan terikat serta penjagaan yang amat ketat. Setelah mereka ditempatkan di depan Tiang Gantungan, Pemerintah Belanda masih menawarkan kerja sama sekali lagi kepada Thomas Matulessy namun dijawab dengan suara lantang didepan Perwira-Perwira yang sedang menunggu eksekusi mereka.

" Beta akan mati tetapi akan bangkit Pattimura-Pattimura Muda yang akan meneruskan Beta punya perjuangan"[36]

yang diartikan ke dalam bahasa Indonesia "Pattimura - Pattimura tua boleh dihancur-kan, tetapi kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit."

Seorang Petugas Pengadilan membacakan Putusan Vonis Hukuman Gantung Dewan Hakim Pengadilan Kota Ambon di hadapan seluruh Masyarakat Maluku yang hadir:

“Mereka akan dihukum Gantung sampai mati, dilaksanakan oleh para Algojo. Kemudian mayat mereka akan dibawa keluar dan digantung agar daging mereka menjadi mangsa udara dan burung-burung, dan digantung agar tulang belulang mereka menjadi debu sehingga dengan demikian menjadi suatu pelajaran yang menakutkan bagi turun-temurun. Kecuali Thomas Matulessy untuk selama-lamanya akan digantung didalam sebuah kerangkeng besi dan sekalipun telah menjadi debu, akan menimbulkan ketakutan karena perbuatannya.”[37]

Philips Latumahina menjadi yang pertama menaiki tiang gantung. Tali dipasangkan dan genderang dibunyikan. Namun sesaat kemudian ia terjatuh. Tali maut itu ternyata tidak mampu menahan beban Latumahina yang memang berbadan besar. Dengan susah payah, Algojo menyeretnya kembali ke depan Tiang Gantungan. Malang nasibnya, ia harus merasakan Tali Gantungan untuk kedua kalinya. Beberapa detik kemudian nyawa pun melayang.[38]

Setelah Latumahina, berturut-turut Anthone Rhebok dan Sayyid Perintah menaiki Tiang Gantung. Tidak perlu usaha dan waktu terlalu lama bagi algojo mengeksekusi keduanya. Setelah genderang dibunyikan, nyawa keduanya dengan cepat terlepas.

Selanjutnya dilanjutkan oleh Terpidana Hukuman Mati yang ke empat Melchior Kesaulya empat orang pejuang telah berpulang.

Kini tibalah Giliran Sang Panglima Tertinggi Maluku berhadapan dengan Tiang Gantungan. Dari atas tempat eksekusi ia bisa melihat puluhan musuh yang sangat ingin ia hancurkan sedang menontonya. Sementara di kejauhan ia menatap Rakyat Maluku yang hendak ia bebaskan, meski gagal.

Thomas Matulessy naik ke atas dengan langkap mantap. Saat algojo memasangkan tali di lehernya, sambil mengarahkan pandangannya ke arah Hakim-Hakim Belanda, Dengan suara tenang dan keras Thomas Matulessy mengucapkan kata-kata perpisahannya: “Slammat Tinggal Toewan-toewan!” Ini merupakan kata terakhir Thomas Matulessy.[33]

Alasan Thomas Matulessy tidak dimakamkan

Jika kita kembali bertanya mengapa Thomas Matulessy tidak dimakamkan? dikarenakan Putusan Vonis Hukuman Gantung Hindia Belanda Ambonsche Raad van Justitie yang dibacakan oleh Seorang Petugas Pengadilan: "Thomas Matulessy untuk selama-lamanya akan digantung di dalam sebuah Kerangkeng Besi dan sekalipun telah menjadi Debu, akan menimbulkan ketakutan karena perbuatannya.” Sehingga dalam putusan yang dibacakan oleh Petugas Pengadilan Negeri Ambon ini menegaskan bahwa Tubuh dari Thomas Matulessy tidak akan pernah dimakamkan melainkan digantung selama-lamanya sampai menjadi debu didalam Kerangkeng Besi yang telah disediakan dan di Rahasiakan oleh Ambonsche Raad van Justitie dan menurut isu yang beredar di kalangan masyarakat Maluku Pada Saat Itu Masyarakat Maluku Berasumsi atau Meyakini Bahwa tujuan Pemerintah Belanda Sengaja Tidak memakamkan Thomas Matulessy Supaya Menghilangkan Jejak Perjuangan Thomas Matulessy dan Pemerintah Belanda Ingin Supaya Sejarah atau Cerita Mengenai Thomas Matulessy Benar" Di Hilangkan dikalangan Generasi Maluku Mendatang.[37]

Pahlawan dari staf inti Thomas Matulessy yang di hukum gantung

Philips Latumahina

Philips Latumahina Letnan orang Borgor, salah satu dari keempat pahlawan dalam perang Pattimura di tahun 1817. Bersama Thomas Matulessy dan pasukan rakyat merebut benteng Duurstede pusat pertahanan Belanda di kota Saparua dan membantu Thomas dalam pertempuran melawan tentara Belanda di pantai Waisisil di Saparua. Philips juga ikut memimpin pertempuran-pertempuran di Saparua, Tiouw dan tempat-tempat pertempuran lainnya di Jasirah Hatawano dan Jasirah Tenggara (OuwUllath).

Pahlawan yang adalah staf inti Thomas Matulessy Kapitan Pattimura ini juga bekas mantan pasukan “Korps Limaratus”. Ia tertangkap bersama Johanis Matulessy kakak Thomas Matulessy pada tanggal 13 Nopember 1817 oleh pasukan Letnan Veerman di Hutan Booi – Paperu. Mereka ditahan dan diangkut dengan kapal perang “Reygersbergen”. Pada tanggal 12 Desember 1817, Ambonsche Raad van Justitie (Pengadilan Belanda di Kota Ambon) menjatuhkan hukuman mati gantung atas diri Letnan Philips Latumahina. Vonis ini disahkan oleh Laksanaman Buyskes dengan Surat Keputusan tanggal 13 Desember 1817 Nomor 129.

Pada tanggal 16 Desember 1817 pagi hari, dengan disaksikan oleh para hakim, pasukan Alifuru dari Ternate dan Tidore serta rakyat kota Ambon, Philips Latumahina menjalani hukuman gantung. Philips yang pertama-tama naik tiang gantungan. Ketika algojo melaksanakan tugasnya, Philips jatuh terpelanting karena tali gantungannya putus, sebab badannya besar, gemuk dan kuat. Dengan sudah payah, dia diseret ke atas lagi kemudian dipasang lagi jerat yang baru maka beberapa saat kemudian pahlawan ini tewas[39]

Anthone Rhebok

Anthone Rhebok Kapten orang Borgor, salah satu dari keempat pahlawan dalam perang Pattimura pada tahun 1817 yang dipimpin oleh Thomas Matulessy Kapitan Pattimura. Anthone Rhebok bersama Thomas Matulessy dan pasukan rakyat merebut benteng Duurstede dan memimpin pertempuran melawan ekspedisi tentara Belanda di pantai Waisisil di Pulau Saparua. Anthone Rhebok juga diserahi tugas oleh Thomas Matulessy untuk mengatur pertahanan rakyat di Pulau Nusalaut dan merebut benteng Belanda yaitu Beverwijk di Sila Leinitu. Ia juga aktif di medan-medan pertempuran di Pulau Saparua dan sekitarnya.

Pahlawan dari staf inti Thomas Matulessy Kapitan Pattimura yang juga bekas mantan pasukan “Korps Limaratus” tentara cadangan Inggris itu tertangkap bersama Patih Negeri Tiouw Jacobus Pattiwael pada tanggal 13 November 1817. Mereka diangkut dengan kapal perang “Evertsen” ke Ambon. Di atas kapal dia bertemu dengan panglimanya Thomas Matulessy dan lain-lain tawanan. Anthone Rhebok mendapat hukuman mati gantung oleh Pengadilan Belanda Ambonsche Raad van Justitie. Laksamana Buyskes mengesahkan hukuman tersebut dengan Surat Keputusan tanggal 13 Desember 1817 Nomor 131. Akhirnya pada tanggal 16 Desember 1817 Anthone Rhebok menaiki tiang gantungan sebagai orang kedua bersama Thomas Matulessy di lapangan eksekusi di depan benteng Victoria di kota Ambon.[40]

Sayyid Perintah

Sayyid Perintah alias Pattikakang adalah raja pertama Negeri (Desa) Siri Sori Islam di Pulau Saparua dari marga Pattisahusiwa. Penulis-penulis Belanda menulis nama Sayyid juga sebagai Sayat (Sayat Perintah). Tokoh ini ikut berjuang menentang Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817 bersama Sarasa Sanaki yaitu Patti Siri Sori Islam yanag diangkat Thomas Matulessy Kapitan Pattimura dan yang menandatangani “Proklamasi Haria”. Verheull menulis bahwa Sayyid Perintah dihukum mati gantung pada pagi hari tanggal 16 Desember 1817 bersama keempat pahlawan lainnya yaitu Anthone Rhebok Kapten Borgor, Philip Latumahina Letnan Borgor, Melchior Kesaulya alias Pattisaha dan Thomas Matulessy alias Pattimura.

Melchior Kesaulya

Melchior Kesaulya yang namanya dieja sebagai Melojier Kesaulya alias Kapitan Pattisaha adalah raja Siri Sori yang diangkat Thomas Matulessy sebagai pembantuanya menggantikan raja Salomon Kesaulya yang berkhianat dan tewas dalam pertempuran di pantai Waisisil dengan Mayor Beetjes tanggal 20 Mei 1817. Melchior-lah yang menandatangani “Proklamasi Haria” pada musyawarah besar di Baileu Haria tanggal 28 Mei 1817. Ia diangkat oleh Thomas Matulessy Kapitan Pattimura sebagai salah satu komandan pasukan rakyat di Pulau Haruku untuk merebut benteng Belanda “Zeelandia” di bawah pimpinan Kapitan Lukas Selanno yang dibantu oleh Kapitan Lukas Lisapaly alias Kapitan Aron.

Ketiga kapitan ini pernah berdinas dalam kesatuan tentara Inggris yaitu Korps Limaratus di bawah pimpinan Sersan Mayor Thomas Matulessy. Pada akhir peperangan, Melchior tertangkap dan dibawa bersama para kapitan lain ke Ambon. Dia diputuskan mendapat hukuman mati gantung oleh Ambonsche Raad van Yustitie (Pengadilan Belanda di Ambon). Vonisnya disahkan Laksamana Buyskes dengan Surat Keputuan tanggal 13 Desember 1817 Nomor 132. Ia naik tiang gantungan pada pagi hari tanggal 16 Desember 1817 bersama Thomas Matulessy, Anthone Rhebok dan Philips Latumahina. Melchior Kesaulya merupakan orang ketika yang naik tiang gantuangan dan yang terakhir adalah pahlawan Thomas Matulessy

Pada tanggal 16 Desember 1817 pagi hari, dengan disaksikan oleh para hakim, pasukan dari Ternate dan Tidore serta rakyat kota Ambon, Philips Latumahina menjalani hukuman gantung. Philips yang pertama-tama naik tiang gantungan. Ketika algojo melaksanakan tugasnya, Philips jatuh terpelanting karena tali gantungannya putus, sebab badannya besar, gemuk dan kuat. Dengan sudah payah, dia diseret ke atas lagi kemudian dipasang lagi jerat yang baru maka beberapa saat kemudian pahlawan ini tewas.[41]

Lesiputih menjadi Matulessy

Marga Matulessy adalah keturunan bangsawan yang berasal dari Seram (Nusa Ina). Setelah terjadinya perang Pattimura, Belanda tidak menerima raja, patih, murid, pegawai, serdadu, atau agen polisi yang bermarga Matulessy (Matulessia). Matulessia merupakan perubahan dari Marga Matatulalessi (Raja Yang Murah Hati). Nama marga itu kemudian diubah menjadi Matulessy atau Matualessy.

Namun, ada yang tetap memakai marga Matulessia. Di Negeri Hulaliu, para pemilik marga Matulessy mengganti Marga Matulessy menjadi Lesiputih, yang memiliki arti "orang putih yang menang". Jika ditafsirkan, kalimat itu merupakan sindiran kepada pemerintahan di Maluku yang pada dasarnya dikuasai oleh bangsa Belanda yang berkulit putih.

Pada tahun 1920, Perwakilan Marga Lesiputih mengirimkan onderbreking (surat permohonan) kepada Gubernur Jenderal Johan Paul van Limburg Stirum, untuk mengizinkan Marga Lesiputih memakai kembali marga Matulessy dan Menghapus Marga Lesiputih dari Kepulauan Maluku dan Surat Permohonan Tersebut Telah disetujui.

Gelar pahlawan nasional

Pada tahun 1954, Sapija, seorang perwira TNI, Tentara Nasional Indonesia (Tentara Nasional Indonesia), menerbitkan buku Sedjarah Perdjuangan Pattimura (Sejarah Pertempuran Pattimura). Ia meneliti silsilah Matulessy dan menemukan bahwa kakeknya bergelar Pattimura (patih: pangeran; murah: murah hati). Itulah sebabnya gelar leluhur ini juga menjadi milik cucunya. Atas otoritas Johannes Latuharhary, Sapija, dan sejarawan nasionalis lainnya, . Thomas Matulessy bergelar Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai pahlawan Nasional Republik Indonesia Pada 6 November 1973, Pemerintah Republik Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto menetapkan Thomas Matulessy, yang dikenal sebagai Kapitan Pattimura, sebagai Pahlawan Nasional melalui Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973[42][43]

Penghargaan Pattimura

Nama Pattimura kini diabadikan sebagai nama Universitas Pattimura, Kodam XV/Pattimura dan Bandar Udara Internasional Pattimura di Ambon.[44] Dan juga Kapal Perang Indonesia KRI Kapitan Patimura (371)[45] beserta di Gambar Mata Uang Republik Indonesia Rp1.000 Thomas Matulessy,[46] Kapitan Pattimura Emisi 2000-2016. dan jalan, serta patung; ada juga jalan-jalan yang dinamai menurut namanya di seluruh indonesia. Di Wierden, Belanda, sebuah jalan di lingkungan Maluku dinamai Pattimura.[47]

Referensi

  1. ^ "Kapitan Pattimura / oleh I. O. Nanulaitta | OPAC Perpustakaan Nasional RI". opac.perpusnas.go.id. Diakses tanggal 2022-07-09.
  2. ^ Ini merupakan tempat kelahiran Pattimura versi Pemerintah Indonesia berdasarkan buku "Kapitan Pattimura" karya I.O. Nanulaitta.
  3. ^ profilbaru.com. "Pattimura" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-01-25.
  4. ^ Ajisaka & Damayanti 2010, hlm. 9
  5. ^ Poesponegoro & Notosusanto 1992, hlm. 183
  6. ^ a b "Dari Matulessia Menjadi Matulessy". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2017-05-15. Diakses tanggal 2023-01-24.
  7. ^ Sudarmanto 2007, hlm. 198
  8. ^ "Dari Matulessia Menjadi Matulessy". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2017-05-15. Diakses tanggal 2023-01-25.
  9. ^ FDVS. "Ambon dan Saparua Manise [2]". www.pesona.co.id (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2024-12-11. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
  10. ^ Motorplus-Online.com. "Ciri Uang Kertas Rp 1000 Kapitan Pattimura Yang Diburu Kolektor, Siap Dibayar Mahal Nih - Halaman 2 - Motorplus". www.motorplus-online.com. Diakses tanggal 2023-01-25.
  11. ^ Media, Kompas Cyber (2008-05-15). "Patung Pattimura Seberat 4 Ton Diresmikan". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-01-25.
  12. ^ Sudarmanto 2007, hlm. 199
  13. ^ a b c "Pattimura Pernah Jadi Tentara Inggris". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2019-08-13. Diakses tanggal 2023-01-25.
  14. ^ "Pattimura Pernah Jadi Tentara Inggris". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2019-08-13. Diakses tanggal 2023-01-24.
  15. ^ Media, Kompas Cyber (2021-04-05). "Pengembalian Hindia Belanda dari Inggris (1816)". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-01-25.
  16. ^ "Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura? (1)". 2021-09-01. Diakses tanggal 2023-01-25.
  17. ^ J B Soedarmanta, Jejak-jejak pahlawan: perekat kesatuan bangsa Indonesia, Grasindo, 2007, halaman 199, ISBN 979-759-716-4 ISBN 978-979-759-716-0
  18. ^ onlySavior. "perlawanan terhadap belanda dimulai dengan penyerbuan benteng belanda duurtsde pada tanggal 15 mei 1817, perlawanan ini di pimpin thomas matulesi. dalam penyerbuan ini benteng duurtstede dapat di rebut rakyat, bahkan residen belanda. van den berg ikut tewas dalam pertempuran ini". nesia (dalam bahasa Indonesian). Diakses tanggal 2023-01-25. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
  19. ^ "Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura?". sinarharapan.net (dalam bahasa American English). 2021-09-06. Diakses tanggal 2023-01-25.
  20. ^ Madrohim dan Midhio, I. W. (2021). "Study on the Implementation of the Total War Strategy in War Against the Dutch Occupation: Pattimura War Case Study" (PDF). Journal of Social and Political Sciences. 4 (2). The Asian Institute of Research: 209. doi:10.31014/aior.1991.04.02.289. ISSN 2615-3718.
  21. ^ "Kisah Pasukan Pattimura Serang Benteng Duurstede Maluku hingga Tewaskan Pejabat Belanda". SINDOnews Daerah. Diakses tanggal 2025-05-15.
  22. ^ Media, Kompas Cyber (2022-10-04). "Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Pattimura di Saparua". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-01-25.
  23. ^ "Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura? (2)". TitaStory. 2021-09-01. Diakses tanggal 2023-01-25.
  24. ^ Redaksi, Tim (2021-09-02). "Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura? (2)". BERGELORA.COM. Diakses tanggal 2023-01-25.
  25. ^ a b "beta Masilli: Pahlawan Asal Maluku selain Pattimura & Martha Ch. Tiahahu". beta Masilli. Minggu, 05 Oktober 2014. Diakses tanggal 2023-01-27.
  26. ^ developer, mediaindonesia com (2022-11-01). "Kisah Perjuangan Kapitan Pattimura dan Hal Positif yang Bisa Dicontoh". mediaindonesia.com. Diakses tanggal 2023-01-28.
  27. ^ Media, Kompas Cyber (2022-07-20). "Sejarah Perang Pattimura: Tokoh, Penyebab, Kronologi, dan Dampak Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-01-25.
  28. ^ "GUNUNG SANIRI: Renungan Jelang... - Elifas Tomix Maspaitella". www.facebook.com. Diakses tanggal 2023-01-26.
  29. ^ "Vredeburg.id". vredeburg.id. Diakses tanggal 2023-01-28.
  30. ^ "Thomas Matulessy, Kapitan Poelo atau Kapitan Pattimura? (2)". www.tribun-maluku.com. 2021-09-02. Diakses tanggal 2025-05-15.
  31. ^ Gemini, Red. "Perlawanan Rakyat Maluku Melawan VOC".
  32. ^ Media, Kompas Cyber (2021-11-09). "Perang Saparua: Penyebab, Tokoh, Jalannya Perlawanan, dan Akhir Halaman 2". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-01-24.
  33. ^ a b "Pattimura Dihukum Mati Karena Dikhianati - Historia". historia.id. 2019-08-15. Diakses tanggal 2023-01-24.
  34. ^ "Kisah Heroik Kapitan Pattimura: Melawan Belanda, Digantung, dan Makam Misterius". kumparan. Diakses tanggal 2023-01-25.
  35. ^ Media, Kompas Cyber (2022-07-20). "Sejarah Perang Pattimura: Tokoh, Penyebab, Kronologi, dan Dampak". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2023-01-25.
  36. ^ "Semangat Pattimura Dalam Dinamika Pembangunan Maluku". 2016-05-16. Diakses tanggal 2023-01-25.
  37. ^ a b "Pattimura Dihukum Mati Karena Dikhianati". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2019-08-15. Diakses tanggal 2023-01-25.
  38. ^ "Pahlawan Nasional Maluku". balagu.50webs.com. Diakses tanggal 2023-01-25.
  39. ^ "Pahlawan Nasional Maluku". balagu.50webs.com. Diakses tanggal 2023-01-27.
  40. ^ "Pahlawan Nasional Maluku". balagu.50webs.com. Diakses tanggal 2023-01-27.
  41. ^ "Melchior Kesaulya". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2022-02-10.
  42. ^ "Menggelar Gelar Pattimura". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2022-07-05. Diakses tanggal 2023-01-25.
  43. ^ "Daftar pahlawan nasional Indonesia". Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. 2022-12-26.
  44. ^ "Ada Peristiwa Apa pada Tanggal 16 Desember?". kumparan. Diakses tanggal 2023-01-29.
  45. ^ VIVA, PT VIVA MEDIA BARU- (2020-06-24). "KRI Kapitan Pattimura 371, Kapal Jenis Korvet Pertama Indonesia". www.viva.co.id. Diakses tanggal 2023-01-29.
  46. ^ Chaeroni, Fitri. "Pahlawan di Lembaran Uang: Kisah Pattimura". student. Diakses tanggal 2023-01-29.
  47. ^ "10 Orang Indonesia yang Namanya Diabadikan sebagai 'Nama Jalan' di Luar Negeri. Ada Presiden, Ada Pula Rakyat Biasa". floresku.com. Diakses tanggal 2023-01-29.

Daftar pustaka

Pranala luar